Selamat Membaca...

Thursday, 27 June 2013

Apa Bedanya Sony Lens Dengan Carl Zeiss ZA for Sony?

Sony adalah salah satu raksasa produsen kamera yang mempersenjatai produk-produknya dengan lensa yang handal. Di antaranya Lensa Carl Zeiss buatan Jerman dan Sony Lens pabrikan Sony Jepang sendiri. Apa perbedaannya dan mana yang lebih tangguh?? Cekidot ulasannya di sini.






Telah menjadi sebuah anggapan umum bahwa produk optik buatan Jerman selalu lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan produk optik buatan Jepang. Apa yang terjadi di dunia fotografi mirip dengan apa yang terjadi di dunia otomotif. Sudah menjadi anggapan umum bahwa produk otomotif dari Jerman selalu lebih baik dari Jepang.

Lensa Carl Zeiss Vario-Sonnar











Sony Lens G

Salah satu keunikan sistem Sony Alpha adalah adanya dua merek produk optik yang berdampingan secara resmi dalam satu sistem, yaitu Sony Lens dan Carl Zeiss for Sony (ZA). Kedua nama ini berada dibawah satu naungan merek Sony Alpha secara legal. Para kompetitor Sony Alpha hanya mengakui satu merek produk optik yang ada dibawah naungan merek kamera ciptaan mereka, yaitu produk optik buatan mereka sendiri. Di sisi lain, keunikan ini seringkali membuat konsumen awam menjadi bingung. Biasanya mereka mengajukan tiga macam pertanyaan ini:

Pertanyaan 1: Apakah antara Sony Lens dengan Carl Zeiss ZA ada yang varian-nya identik atau saling tumpang-tindih? 


Jawaban pertanyaan 1: Satu hal yang harus kita sadari bersama adalah baik Sony Lens maupun Carl Zeiss ZA mengisi sektornya masing-masing di sistem Sony Alpha, tidak ada yang saling tumpang-tindih khususnya dalam hal panjang fokal lensa (mm). Maksudnya, tidak ada Sony Lens dengan padanan identik di merek Carl Zeiss ZA. Demikian pula sebaliknya. Apa yang telah diciptakan oleh Carl Zeiss ZA, tidak ada padanannya di Sony Lens. Sony Lens yang kami bicarakan di sini adalah tanpa melibatkan lensa-lensa ciptaan Minolta maupun KonicaMinolta. 

Satu-satunya lensa yang panjang fokalnya identik antara Sony Lens dengan Carl Zeiss ZA adalah di varian 135mm, dimana Sony memiliki Sony SAL STF 135mm f/2.8 [T4.5] sedangkan Carl Zeiss memiliki Carl Zeiss Sonnar T* 135mm f/1.8 ZA. Walaupun panjang fokal identik, fungsi dan peruntukkan kedua lensa itu berbeda.

Dengan demikian sebenarnya konsumen tidak perlu bingung karena misalnya mereka hendak membeli lensa varian 24-70mm, hanya tersedia dari Carl Zeiss ZA. Misalnya membutuhkan varian 70-200mm, hanya ada varian Sony G Lens.

Pertanyaan 2: Untuk apa Sony Alpha memasukkan Carl Zeiss ZA sebagai sistem lensa resmi & legal, padahal Sony telah memiliki sistem optik Sony Lens?


Jawaban pertanyaan 2: Marilah kita tarik sejarah ke belakang ketika Sony Alpha mengambil-alih sistem Minolta. Status Sony Corporation dalam hubungannya dengan Minolta adalah "pengambilalihan penuh", bukan pembelian saham dominan seperti pada kasus Olympus Corporation (Sony Corp. 51% vs Olympus Corp. 49%). Dengan demikian, Sony Corporation telah sepenuhnya memiliki Divisi Fotografi dari Minolta / KonicaMinolta. 

Faktanya, korporasi & divisi lain dari KonicaMinolta masih berdiri hingga sekarang dengan lini bisnisnya yang lain. Mereka hanya melepas divisi fotografinya saja. Oleh sebab itu mustahil bagi Sony Alpha untuk tetap menamai sistem optiknya dengan label Minolta karena faktanya Minolta telah diakuisisi oleh Konica menjadi KonicaMinolta. Mustahil juga bagi Sony Alpha untuk menamai produk optiknya dengan KonicaMinolta karena hingga saat ini KonicaMinolta masih berdiri & beroperasi sebagai sebuah entitas korporasi yang benar-benar terpisah dengan Sony Corporation.

Secara logika, Sony seharusnya menamai sistem optiknya dengan nama Sony Lens. Betapapun Sony Lens diciptakan oleh para teknokrat Minolta yang sangat brilian dan telah mengecap pendidikan & kerjasama dengan Leica Jerman; namun apakah konsumen & kalangan awam mengetahui sejarah tersebut? Tentu saja tidak. Dalam pikiran masyarakat awam, Sony adalah pencipta produk elektronik, bukan pencipta produk optik. Ini membuat nama produk optik "Sony Lens" menjadi sesuatu yang tidak punya bargaining power di pasar fotografi. Selalu ada keraguan, apakah Sony sanggup membuat lensa yang tajam & hebat? Betapapun yang menciptakan Sony Lens adalah para jenius dari Minolta, tetap saja kalangan awam tidak tahu itu. Faktanya, mayoritas pasar produk Sony adalah kalangan awam. Maka Sony perlu memikirkan langkah-langkah untuk memenangkan hati & pikiran kalangan awam tersebut.

Berbeda dengan Nikon atau Canon. Begitu kalangan awam mendengar dua nama tersebut, asosiasi pemikiran mereka adalah langsung ke dunia fotografi, lensa, optik, dan lain sebagainya. Namun begitu mendengar nama Sony, asosiasinya langsung ke Walkman, PlayStation, Vaio, Bravia dan lain sebagainya; pokoknya sangat tidak fotografis. Paling banter adalah Sony Cyber-shot, itupun konotasinya ke kamera saku atau para amatir. Dengan kata lain, merek Sony atau Sony Alpha butuh perjuangan keras untuk bisa memenangkan citra sebagai sistem kamera yang profesional & dapat dipercaya kontinuitas sistemnya. Ini belum memperhitungkan citra Sony Alpha sebagai "anak kemarin sore" di panggung fotografi hanya karena nama Sony Alpha baru muncul pada tahun 2006. Padahal nama "Alpha" merupakan merek dagang kamera Minolta AF untuk area pemasaran di Jepang sejak 1985. Kalangan awam tidak ada yang tahu bahwa dibelakang Sony Alpha adalah para pencipta sejarah gemilang Minolta dari sejak tahun 1928. Yang mereka ketahui: Sony Alpha baru bermain di segmen kamera profesional sejak 2006. Titik.

Ini merupakan "kerikil dalam sepatu" mengingat Sony Alpha punya semua kekuatan & sumber daya yang dibutuhkan untuk bertempur dengan dua nama lainnya di jajaran 3 Besar Jepang. Repotnya, komponen utama dalam dunia fotografi adalah sistem optik (selain sensor, tentunya). Jadi alangkah sayangnya jika citra Sony Alpha tidak bisa terdongkrak dari sisi sistem optiknya hanya karena urusan nama dan pencitraan.

Sony Corporation melihat potensi Carl Zeiss sebagai jawaban atas tantangan tersebut. Sudah sejak lama Carl Zeiss bekerjasama dengan Sony Cyber-shot untuk menciptakan kamera-kamera saku yang sangat diterima pasar, salah satu sebabnya adalah karena nama besar Carl Zeiss sebagai manufaktur optik berkualitas tinggi dari Jerman. Peran Carl Zeiss sangat besar dalam tercapainya angka pemasaran global yang hegemonik dari Sony Cyber-shot; sementara seteru utamanya yaitu Canon PowerShot, lensanya "tidak berbau Jerman sama sekali".

Atas alasan itulah Carl Zeiss ZA hadir di sistem Sony Alpha: lebih berfungsi sebagai pencitraan positif bagi sistem Sony Alpha demi kepentingan jangka panjang pemasaran Sony Alpha. Ini semua dilakukan Sony Corporation agar semua tingkatan konsumen dari pemula hingga profesional percaya bahwa sistem kamera yang disokong oleh nama sebesar Carl Zeiss, tidak sedang bercanda untuk menumbuhkan, membesarkan dan mempertahankan eksistensi sistemnya di pasar fotografi dunia.

Dengan kata lain, kehadiran Carl Zeiss di dalam sistem Sony Alpha bukanlah untuk "menghina" Sony Lens dengan anggapan bahwa Sony Lens tidak lebih kapabel dari Carl Zeiss; melainkan justru untuk membantu akselerasi popularitas Sony Lens itu sendiri. Secara teknis arsitektur optik, Sony Lens punya kapabilitas yang sama dengan Carl Zeiss. Namun pasar hanya mengetahui nama Carl Zeiss sebagai kampiun optik, bukan Sony Lens dan bahkan bukan Minolta sekalipun; yang sering dianggap sebagai jagonya mesin fotokopi belaka di masa lalu. Nah, seiring dengan umur sistem Sony Alpha yang semakin matang, lama-kelamaan diharapkan para pengguna Sony Alpha bisa melihat bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan kualitas teknis antara Sony Lens (khususnya kelas G Lens) dengan Carl Zeiss ZA.

Pertanyaan 3: Apakah Carl Zeiss ZA pasti memiliki kualitas optik yang lebih baik dibandingkan dengan Sony Lens? 


Jawaban pertanyaan 3: Inilah pertanyaan final yang biasanya terlontar dari kalangan awam. Tidak jarang kalangan profesional pun suka mempertanyakan hal ini.


Tahukah Anda bahwa lensa Carl Zeiss yang ada di sistem Sony Alpha, adalah Carl Zeiss yang telah sepenuhnya dirakit & diproduksi oleh mesin-mesin Sony Corporation di Jepang? Tim teknokrat Carl Zeiss Jerman hanya merancang & meriset arsitektur optiknya, lalu melakukan pelapisan (coating) tahap akhir sesuai dengan standar T* yang mereka anut. Setelah formula & arsitektur optiknya mereka temukan, selebihnya adalah urusan para teknokrat Minolta yang bernaung dibawah Sony Corporation.

Carl Zeiss melakukan hal ini karena dua faktor, yaitu: 



Carl Zeiss ZA adalah satu-satunya varian lensa Carl Zeiss dengan fitur autofokus (hingga per Januari 2013). Seperti halnya merek lensa-lensa pihak ketiga lainnya, Carl Zeiss juga menciptakan lensa dengan dudukan untuk berbagai macam merek kamera misalnya untuk Nikon (ZF) atau untuk Canon (ZE). Namun hanya Carl Zeiss ZA untuk Sony Alpha yang dilengkapi dengan sistem autofokus. Dengan demikian fabrikasi lensa harus dilakukan di Jepang untuk mensinergikan sistem optik dengan sistem autofokus tersebut. Sistem autofokus, sistem elektronik dan sistem komputasi lensa menjadi bagian pekerjaan Sony Corporation.
Masalah biaya produksi yang nantinya pasti berimbas ke harga jual. Lensa Jerman yang 100% built-up dari Jerman, apapun mereknya, harganya terkenal selangit. Harga lensa-lensa Carl Zeiss ZA bisa menjadi membumi seperti saat ini adalah karena Carl Zeiss Jerman cukup hanya melakukan perancangan & riset sistem optik, lalu sentuhan akhir coating. Selebihnya dikerjakan oleh Sony Corporation di Jepang. Jika lensa Carl Zeiss Vario-Sonnar T* 24-70mm f/2.8 SSM ZA dapat Anda peroleh dengan harga jual dibawah 20 juta Rupiah, terbayangkah Anda jika lensa yang sama 100% keluar dari dapur Carl Zeiss Jerman? Dipastikan harganya bisa mencapai 5.000 Euro.

Berdasarkan dua fakta tersebut, marilah kita berpikir dengan logika dan akal sehat. Apakah mungkin perusahaan optik sekelas Carl Zeiss dengan reputasi sangat baik, berani mempercayakan fabrikasi sistem optik atas namanya kepada pihak lain yang tidak jelas reputasi & konduitenya? 

Teknokrat optik Minolta terkenal dengan hasil karya optiknya yang legendaris. Sebut saja beberapa lensa seperti Minolta AF 85mm f/1.4 G (D) Limited, Minolta AF 100mm f/2, Minolta AF 100mm f/2.8 Soft Focus atau Minolta STF 135mm f/2.8 [T4.5]; mereka termashyur sebagai lensa dengan ketajaman & performa warna yang sangat jauh melampaui jamannya. Ini adalah salah satu buah nyata kerjasama para teknokrat optik Minolta dengan Leica Jerman beberapa dekade lalu. Atas dasar itulah Carl Zeiss kembali mempercayakan fabrikasi Carl Zeiss ZA pada Sony Corporation, khususnya dalam hal ini adalah divisi Sony Alpha.

Di dunia nyata, kalangan awam maupun pengguna Sony Alpha sekalipun masih suka bertanya-tanya, lebih tajam manakah antara lensa Sony SAL dengan Carl Zeiss ZA? Jika kami menjawabnya langsung, pasti Anda sulit percaya. Oleh sebab itu jika Anda memiliki kesempatan, cobalah uji dua pasang kombinasi lensa ini:

Bandingkan performa optik Sony SAL STF 135mm f/2.8 [T4.5] versus Carl Zeiss Sonnar T* 135mm f/1.8; keduanya di posisi diafragma f/4.5.
Bandingkan performa optik Sony SAL 70-200mm f/2.8 G SSM versus Carl Zeiss Vario-Sonnar T* 24-70mm f/2.8 SSM ZA; keduanya di posisi panjang fokal 70mm dan diafragma f/2.8.

Jika Anda telah secara nyata membandingkan kedua pasang kombinasi lensa tersebut dan menilai hasilnya di layar monitor terkalibrasi dengan spesifikasi teknis minimum yang memadai, maka Anda akan paham sepenuhnya mengapa kami berpanjang-lebar menulis artikel ini. Sekedar catatan dari kami: agar perbandingan menjadi adil, segmen pasar Carl Zeiss ZA adalah sejajar dengan Sony G Lens atau Sony SAL Special Purpose Lens.

Kehadiran Carl Zeiss ZA di sistem Sony Alpha adalah untuk dinikmati. Toh pada akhirnya konsumen Sony Alpha juga yang diuntungkan, karena semua orang akan melihat komitmen total Sony Alpha pada kualitas produk & kelas produknya.


Sumber: portalpha.net

1 comment: